Kue Klepon (Memang) Tidak Islami, Tetapi…

Tinggalkan komentar

Iklan Kue Klepon Tidak Islami

Iklan Kue Klepon Tidak Islami

Bising! Beberapa waktu lalu terjadi kegaduhan di jagat maya. Perkara “receh”, hanya karena “status” kue klepon. Seseorang telah mengunggah iklan “Kue Klepon Tidak Islami” di media sosial, dan lalu menjadi viral. Akibatnya riuh, mulai dari yang pro hingga yang kontra.

Pusing! Banyak yang berusaha menerka-nerka apa tujuan tersembunyi dari iklan tersebut. Mulai dari yang coba mengaitkannya dengan hipotesis, “untuk mendiskreditkan komunitas Muslim”. Hingga yang nekat menghubungkannya dengan dugaan, “sebagai propaganda dari partai politik terlarang”.

Bingung! Jajanan pasar yang murah namun enak itu, tiba-tiba disimpulkan “tidak Islami”. Karena sampai saat ini, tidak pernah ada satupun ulama atau organisasi ulama yang memfatwa larangan memakan kue klepon bagi Muslim.

Tarik napas panjang dulu. Disclaimer, bahwa uraian dalam artikel ini hanya untuk mengkonfirmasi tentang kesimpulan “kue klepon tidak Islami”. Sedangkan, analisa mengenai implikasi-implikasi dari pesan-pesan dalam iklan tersebut tidak (belum) akan dilakukan oleh artikel ini. Bahwa, semua argumentasi-argumentasi yang dibangun oleh artikel ini bukan untuk mendiskreditkan apapun dan siapapun. Namun, semata untuk menghadirkan bagaimana sudut pandang keilmuan, baik dari studi Islamic Marketing maupun dari teori pemasaran konvensional, terhadap kasus tersebut.

Baiklah, memang benar bahwa kue klepon itu tidak Islami. Namun jangan salah, bahwa kue klepon itu halal. Tidak Islami tetapi halal, bagaimana bisa begitu?

Tulisan selengkapnya

Materi Presentasi (PDF): Islamic Business Ideals

Tinggalkan komentar

Tema tentang syariah dan etika dalam praktik bisnis yang Islami merupakan bab kedua bagi buku “The Principle of Islamic Marketing” karya Baker Ahmad Alserhan. Pada bab tersebut, Alserhan mengenalkan konsep dasar syariah, etika dengan perspektif Islam, dan nilai-nilai Islam dalam praktik bisnis.

Berikut adalah materi presentasi dari Chapter 2 Islamic Business Ideals yang dapat diunduh pada tautan ini https://wp.me/pbJOsi-6K

 

Materi Presentasi (PDF): Maqasid Al Shariah and Islamic Economy – An Introduction

Tinggalkan komentar

Maqasid Syariah dan Ekonomi Islami merupakan bab pembuka bagi buku “The Principle of Islamic Marketing” karya Baker Ahmad Alserhan. Pada bab tersebut, Alserhan mengenalkan pengetahuan dasar dari Maqasid Syariah dan Ekonomi Islami seperti tentang, definisi, klasifikasi, dan karakteristik.

Berikut adalah materi presentasi dari Chapter 1 Maqasid Al Shariah and Islamic Economy: An Introduction yang dapat diunduh pada tautan ini https://wp.me/pbJOsi-6w

 

No Harm, No Harming: Inilah Hakekat Islamic Marketing

Tinggalkan komentar

Relasi Antara Pemasar dengan Konsumen. Ilustrasi: IslamicMarketing.xyz

Sebuah jajak pendapat pernah dilakukan untuk mengetahui apa yang paling berharga dalam hidup. Berbagai jawaban kemudian muncul. Dari pekerjaan yang menyenangkan, keluarga yang bahagia, hingga dapat bermanfaat untuk masyarakat menjadi jawaban-jawaban yang paling sering muncul. 

Namun, ketika ditanyakan tentang apa yang menjadi simbol sukses dalam hidup. Ternyata, mayoritas memilih jawaban, yaitu bila berlimpah uang dan dapat memiliki barang-barang impian.

Boleh jadi, hasil jajak pendapat tersebut adalah gambaran umum dari masyarakat global saat ini. Terutama, perihal bagaimana menentukan ukuran sukses dalam hidup.

Lantas, mengapa bisa seperti itu? Tentu saja, dapat disebabkan oleh bermacam faktor.

Namun, tidak sedikit yang lalu menyalahkan kepada praktik-praktik pemasaran yang selama ini berlangsung. Bahwa, sistem pemasaran dianggap sudah terlampau jauh mempengaruhi perilaku masyarakat, sehingga mereka menjadi begitu posesif terhadap materi. Akibatnya, timbul berbagai masalah konsumerisme yang kompleks dan akut dalam kehidupan sosial-budaya manusia.

Dari waktu ke waktu, strategi pemasaran kerap kali sengaja digunakan untuk ‘menjebak’ masyarakat melalui trik-trik yang kotor. Akibatnya, pemasaran kemudian diyakini telah ikut berkontribusi nyata terhadap perubahan perilaku masyarakat. Yaitu, dari masyarakat yang ‘sosial’ menjadi masyarakat yang ‘konsumtif’. Perubahannya ditandai dengan muncul beragam kebutuhan atau keinginan yang superfisial, gaya hidup yang materialistik, serta pola konsumsi yang berlebihan.

Sesungguhnya, sudah sejak lama kalangan Cendekiawan Pemasaran memahami dan mengkhawatirkan kondisi seperti itu. Termasuk, Begawan Ilmu Pemasaran, Philip Kotler. Kotler menilai bahwa kini Konsumen menginginkan Pemasar yang dapat memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya. Yaitu, Pemasar yang memahami bahwa kebutuhan Konsumen ternyata melampaui masalah konsumerisme semata.

Maka, berangkat dari kegelisahan terhadap kondisi yang ada, beberapa Cendekiawan lalu bersemangat meresponnya. Mereka menawarkan berbagai gagasan dan konsep baru, sebagai pilihan alternatif untuk teori pemasaran yang konvensional. Yaitu, gagasan-gagasan antara lain seperti, Humanistic Marketing, Ethical Marketing, Socially Responsible Marketing, Welfare Marketing, dan Faith-based Marketing.

Para Cendekiawan Muslim juga memiliki antusiasme yang serupa. Mereka memanfaatkan momentum dengan menoleh pada ajaran-ajaran Islam. Mereka juga ingin membangun sebuah teori dan strategi pemasaran baru berdasarkan nilai-nilai dan etika Islam, dengan menyerap aturan, filsafat, dan moral yang bersumber pada Qur’an dan Hadist/Sunnah. Maka pada tahun 2010, melalui Journal of Islamic Marketing, Baker Ahmad Alserhan mengenalkan ‘Islamic Marketing’ sebagai cabang baru dari ilmu Pemasaran kepada dunia.

Jadi, apa itu Islamic Marketing? Apakah itu tentang menjual produk halal dan syar’i? Apakah itu tentang menjual produk yang digunakan dalam ritual ajaran Islam? Apakah itu tentang memasarkan konten atau aplikasi Islami pada berbagai media komunikasi? Atau, apakah itu tentang memilih nama atau simbol yang terkait (langsung atau tidak langsung) dengan Islam untuk sebuah merek atau tagline produk?

Hakikatnya, Islamic Marketing bukan hanya tentang itu semua. 

Islamic Marketing adalah tentang bagaimana menghadirkan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam sebuah perilaku terbaik dari Pemasar atau Konsumen ketika berpartisipasi di pasar. Dalam Islamic Marketing, nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam bukan sebagai tool, melainkan sebagai resource. Islam menjadi referensi utama dalam memengaruhi aktivitas pemasaran.

Jika kemudian membandingkannya dengan pemasaran konvensional, keterlibatan Allah menjadi suatu pembeda yang krusial. Bagi Islamic Marketing, Allah menjadi titik temu dari niat Pemasar dan Konsumen. Selain itu, kehadiran Allah juga menjadi fundamental bagi Pemasar dan Konsumen ketika mengambil sebuah keputusan. Karenanya, relasi kepercayaan dan komitmen antara Pemasar dan Konsumen kemudian menjadi lebih mudah dibangun atau dirawat.

Islamic Marketing mengusung gagasan bahwa praktik pemasaran merupakan ibadah. Maka, implementasi ketakwaan kepada Allah menjadi kontrol bagi aktivitas-aktivitas Pemasar dan Konsumen dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka. Sehingga, Pemasar dan Konsumen tidak boleh melakukannya secara berlebih-lebihan.

Bukan seperti pemasaran konvensional yang menempatkan ‘keinginan’ menjadi pondasi. Pemasar yang ingin selalu memperoleh keuntungan dan Konsumen yang ingin terus merasakan kepuasan. Mereka tidak pernah merasa cukup, bahkan ketika kebutuhannya sudah terpenuhi. Pemasar terus-menerus memberikan kepuasan sebanyak mungkin kepada Konsumen, sehingga Pemasar memperoleh keuntungan yang maksimal (profit-maximization) dari Konsumen.

Dalam Islamic Marketing, Pemasar perlu memastikan niatnya lebih dulu. Bahwa, pemasaran bukan untuk memperoleh ketenaran atau menghasilkan keuntungan sebagai tujuan akhir. Melainkan, pemasaran digunakan untuk menyebarkan apa yang baik dan bermanfaat. Yaitu, dengan menawarkan solusi nyata dan berharga kepada Konsumen. Sehingga, Pemasar kemudian memperoleh nilai yang maksimal (value-maximization) dari Konsumen.

Sementara pada sisi yang lain, Konsumen juga perlu memperhatikan perilakunya. Dengan tidak membelanjakan uang melebihi kebutuhan (Qur’an 25:67). Namun bukan pula, Konsumen lalu menjadi ‘pelit’, dengan mengurangi apa yang memang sudah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupannya. Aktivitas konsumsi selalu ditempatkan pada posisi pertengahan. Yaitu, tidak kikir, tidak menahan, tidak berlebihan, dan tidak boros (Qur’an 17:29).

Islamic Marketing dapat menjadi harapan baru bagi masyarakat yang sudah terlalu letih karena selama ini dijadikan sebagai ‘dompet’ yang dapat dikuras terus-menerus oleh Pemasar. Sudah waktunya, pemasaran tidak lagi membuat ‘luka’ dan meninggalkan ‘perih’ untuk masyarakat. “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain” (Ibnu Majah, no. 2340). No Harm and no harming.

Artikel ini pernah dipublikasi oleh IBTimes.Id di sini

Islamic Marketing is a New Hope

Tinggalkan komentar

Sudah banyak Cendekiawan Pemasaran yang menunjukkan kegelisahan terhadap praktik-praktik pemasaran selama ini.

Praktik-praktik tersebut dianggap telah menimbulkan dan/atau meninggalkan masalah konsumerisme yang kompleks dalam kehidupan sosial-budaya manusia.

Praktik-praktik pemasaran saat ini telah mengubah ‘masyarakat yang sosial’ menjadi ‘masyarakat yang konsumtif’.

Perubahan tersebut ditandai dengan banyaknya kebutuhan dan keinginan yang superfisial, gaya hidup yang materialistik, dan perilaku konsumsi yang berlebihan.

Sudah waktunya…

Konsumen bukan lagi sebagai ‘dompet’ yang dapat terus-menerus dikuras oleh Pemasar.

Sudah seharusnya…

Pemasar memperlakukan Konsumen sebagai manusia seutuhnya, yang kebutuhannya ternyata melampaui konsumerisme semata.

Berangkat dari kegelisahan-kegelisahan tersebut, beberapa Cendekiawan lalu menawarkan gagasan dan konsep sebagai pilihan alternatif dari pemasaran yang konvensional.

Gagasan dan konsep tersebut seperti: Humanistic Marketing, Ethical Marketing, Social Responsible Marketing, Welfare Marketing, atau Faith-based Marketing.

Para Cendekiawan Muslim juga tidak ingin ketinggalan memanfaatkan momentum dengan menoleh pada ajaran-ajaran Islam.

Mereka ingin membangun harapan dari sebuah teori dan strategi pemasaran yang baru dengan berdasarkan pada nilai-nilai etika Islam dan menyerap aturan/filsafat/moral yang bersumber pada Qur’an dan Hadits/Sunnah.

Selanjutnya

Islam isn’t a Tool, but a Resource

Tinggalkan komentar

Islamic Marketing bukan hanya tentang memasarkan produk dengan label halal, atau produk untuk menunjang ibadah, atau produk dengan konten Islami, atau pula tentang strategi merek dengan nama/simbol Islam.

 

Islamic Marketing adalah tentang bagaimana menghadirkan Allah SWT dalam sebuah perilaku terbaik dari seseorang, baik sebagai Pemasar atau Konsumen, ketika berpartisipasi di pasar.

 

Karena dalam Islamic Marketing, nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam bukan sebagai tool, melainkan sebagai resource.

 

Islam menjadi referensi utama dalam memengaruhi aktivitas pemasaran.

 

 

Unduh: Bagaimana Memahami Islamic Marketing

 

Islamic Marketing – No Harm and No Harming

IslamicMarketing.xyz : Just Another Great Blog

Tinggalkan komentar

“There is a new big thing in the world of marketing and it is green, not the familiar grass-green of the environment, but a deeper green – the traditional color of Islam”

-Miles Young

Sejak satu dekade belakangan ini, Islamic Marketing menjadi topik diskusi yang ‘hangat’ di kalangan akademisi dan praktisi bidang pemasaran, bisnis, atau manajemen. Terutama, bagi mereka yang memiliki ketertarikan khusus pada Islam dan Muslim. Mereka giat membahasnya dari berbagai perspektif dan sudut pandang. Mereka terlihat bergairah ketika memberikan kontribusi pemikiran dan pengalaman seperti tentang: bagaimana Islamic Marketing didefinisikan dan dipahami, atau bagaimana penelitian Islamic Marketing dilakukan, dan/atau bagaimana Islamic Marketing diaplikasikan.

Semangat Mereka lalu menginspirasi Saya untuk ikut juga memberikan kontribusi kecil terhadap pengembangan studi Islamic Marketing. Dalam hal tersebut, Saya memilih media siber melalui domain IslamicMarketing.xyz. Saya berharap IslamicMarketing.xyz dapat menjadi pusat informasi untuk studi Islamic Marketing. Melaluinya, Saya ingin mengenalkan prinsip-prinsip Islamic Marketing kepada khalayak, serta dapat memaparkan konsep Islamic Marketing untuk para Akademisi, Peneliti, Praktisi, dan Antusias Pemasaran. Sehingga kelak, eksistensinya sejajar dengan Islamic Economics dan Islamic Finance.

Namun, Saya tidak ingin melakukannya seorang diri. Saya ingin mengajak Anda. Saya yakin, bersama pasti akan menjadi lebih baik. Saya membuka kesempatan yang luas agar Anda juga dapat ikut serta memberikan kontribusi pada pengembangan studi Islamic Marketing. Karenanya, IslamicMarketing.xyz menerima tulisan Anda yang sesuai dengan ketentuan (lihat Become a Contributor). Tulisan dari Anda akan menjadi aset berharga bagi situs tersebut.

Akhir kata, Saya bahagia dengan kunjungan Anda di sana dan ingin menyambut hangat melalui ucapan, “Selamat Datang.” Semoga upaya sederhana ini akan memperoleh ridha dari Allah. Serta, IslamicMarketing.xyz dapat memberikan manfaat untuk Kita semua. Aamiin.

Pemasaran Relasional versus Pemasaran Transaksional

Tinggalkan komentar

Bagi para pengusung filosofi pemasaran relasional, arti pemasaran transaksional merujuk kepada definisi pemasaran yang diformulasikan oleh American Marketing Association (AMA) sebelum tahun 2004 yaitu …

Source: Pemasaran Relasional versus Pemasaran Transaksional

Dari Transaksional Beralih ke Relasional

Tinggalkan komentar

Sebelum paradigma relasional menjadi pusat perhatian seperti sekarang ini, teori pemasaran nyaman dengan filosofi transaksional. Namun, perubahan jaman yang begitu dinamis telah menggerus secara signifikan …

Source: Dari Transaksional Beralih ke Relasional

3 Fakta Menarik Tentang Pemasaran Relasional

Tinggalkan komentar

Ketika saya memperhatikan 3 (tiga) fakta menarik dari proses evolusi pemasaran relasional yang signifikan maka tidak berlebihan apabila Christian Grönroos, seorang profesor di bidang pemasaran relasional …

Source: 3 Fakta Menarik Tentang Pemasaran Relasional

Older Entries